Selasa, 30 Juni 2009

Perjanjian kontrak

SYARAT SAHNYA KONTRAK DAN
MOMENTUM TERJADINYA KONTRAK



A. Syarat Sahnya Kontrak (secara konvensional)
Istilah dan Pengertian Kontrak :
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris yaitu Contracts. Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan Overeenkomst (perjanjian).
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Definisi perjanjian dalam pasal 1313 ini adalah :
1. tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian
2. tidak nampak asas konvensialisme, dan
3. bersifat dualisme.
Unsur-unsur perjanjian, menurut teori lama adalah sebagai berikut :
1. adanya perbuatan hukum
2. persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang atau lebih,
3. persesuaian kehendak harus dipublikasikan / dinyatakan,
4. perbuatan terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih,
5. pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain,
6. kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum,
7. akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik.
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah “Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.

Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut Teori baru, yaitu :
1. tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penrimaan ;
2. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak,
3. Tahap Post Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Walaupun dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1320 BW, yaitu :
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. suatu hal tertentu, dan
d. suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal.
1. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsure mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.
Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.


Beberapa contoh yang dapat dikemukakan, sebagai cara terjadinya kesepakatan penawaran dan penerimaan adalah :
a. dengan cara tertulis,
b. dengan cara lisan,
c. dengan symbol-simbol tertentu,
d. dengan berdiam diri.

Berdasarkan berbagai cara terjadinya kesepakatan tersebut di atas, secara garis besar terjadinya kesepakatan dapat terjadinya secara tertulis dan tidak tertulis, yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu, atau diam-diam.
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, khususnya syarat kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya perjanjian berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadinya kontrak.
Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadinya hal-hal diantaranya :
a. kekhilafan atau kesesatan,
b. paksaan,
c. penipuan,
d. penyalahgunaan keadaan.
Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam BW, sedangkan cacat kehendak terakhir tidak diatur dalam BW, namun lahir kemudian dalam perkembangan hukum kontrak.
Ketiga cacat kehendak yang diatur dalam BW dapat dilihat dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449 BW yang masing-masing menentukan sebagai berikut :



- Pasal 1321 BW
Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
- Pasal 1449 BW
Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.

2. Kecakapan
Untuk mengadakan kontrak para pihak harus cakap, namun dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah tidak cakap menurut hukum.
Dengan demikian, dapat disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap apabila :
a. belum berusia 21 tahun dan belum menikah,
b. berusia 21 tahun, akan tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu atau boros.
Sementara dalam Pasal 1330 BW , ditentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
a. orang-orang yang belum dewasa
b. mereka yang ditaruh dibawah pengampuan,
c. orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar