Bank Syariah
Pengertian Bank Syariah
Menurut Undang – Undang No.8 tahun 1998 Tentang Perbankan , Bank Syariah adalah “ Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip – prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Hal yang mendasari lahirnya Bank Syariah adalah adanya beberapa prinsip utama yang menjadi operasional dengan Bank Konvensional meliputi : ( 1 ) larangan atas riba atau bunga pada setiap transaksi , ( 2 ) Pelaksanaan aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan ( equality ), ( 3 ) Keadilan ( fairness ) dan keterbukaan ( transparancy ) , ( 4 ) Pembentukan Kemitraan yang saling menguntungkan serta , ( 5 ) Keuntungan yang didapatkan harus dari usaha yang halal.[1]
Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah kepada nasabah tidak hanya dilakukan dengan cara Mudharabah atau Musyarakah, namun pembiayaan dapat juga menggunakan akad jual beli ( al – bai ) dimana produk yang termasuk menggunakan prinsip jual beli ( al – bai ) diantaranya Murabahah, Salam dan Isthisna.
Pengertian Murabahah secara bahasa rabaha yarbahu ribhan yang berarti berlaba atau beruntung.[2]
Sedangkan dalam istilah perbankan syariah Murabahah diartikan sebagai berikut :
Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan pokok yang disepakati antara pihak bank dan nasabah.[3]
Akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri atas harga pokok barang dan tingkat keuntungan didapat atas barang dimana harga jual tersebut disetujui oleh pembeli.[4]
Dari pengertian diatas dapat disimpullkan bahwa murabahah sebagaimana umumnya digunakan oleh perbankan syariah, pada prinsipnya didasarkan atas dua elemen pokok, yaitu harga jual beli serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas laba ( keuntungan ).[5]
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil diperoleh dalam melakukan kegiatan bisnis atau usaha , Murabahah termasuk ke dalam Natural Certainty Contracts dimana kontrak atau akad bisnis tersebut dapat memberikan kepastian pembiayaan ,baik dari sejumlah ( amount ) maupun waktu( timing ) nya.[6]
Prinsip murabahah dalam Perbankan Syariah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan dari nasabah. Dalam murabahah berdasarkan pesanan , bank syariah akan melakukan pemebalian barang setelah adanya pesanan dari nasabah baik yang bersifat mengikat atau tidak.[7]
Sedangkan mekanisme pembayaran murabahah yang lazim dilakukan perbankan syariah adalah dengan cara pembayaran cicilan ( bitsman ajal ) yang dicirikan dengan penyerahan barang diawal akad dan pembayaran murabahah dengan cara tunai juga dapat dilakukan.
Jual beli murabahah adalah jual beli barang seharga modal pembelian / kulakan ditambah keuntungan yang disepakati.
Misalnya , seorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya , misalnya 10 % atau 20 %.
Murabahah adalah satu jenis jual beli barang yang dibenarkan oleh syariah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah ( interaksi bisnis ). Adapun dasar hukum kebolehan jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
Al-qur’an surat al – baqarah ayat 275 “ Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” dan surat an- nisaa’ ayat 29 “Hai orang –orang yang beriman janganlah kalian memakan sesamamu dengan jalan yang bathil , kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantara kamu”.
Disamping itu beberapa hadis nabi juga mendukung keabsahan murabahah, yaitu hadis riwayat Aisyah r.a. Bahwa ketika Rosulullah SAW ingin hijrah, Abu Bakar r.a. membeli dua ekor unta , kemudian Rosulullah SAW berkata”serahkan salah satunya untukku ( dengan harga yang sepadan ) ? Abu Bakar menjawab “ya dia untukmu tanpa sesuatu apapun” Kemudian Rosulullah mengatakan “ kalau tanpa harga jual ( tsaman ) maka tidak jadi saya ambil”( HR. Bukhari dan Muslim ).
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah meliputi hal – hal berikut :
1). Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/ hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya bahwa keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah.
2). Adanya kejelasan informasi – informasi mengenai besarnya modal ( harga pembelian / kulakan ) dan biaya – biaya yang lazim dikeluarkan dalam jual beli ( capital outlay )pada suatu komoditi , semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad ; dan ini merupakan salah satu syarat sah murabahah.
3). Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.
4). Dalam system murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang ,tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan karena pengawasan barang merupakan kewajiban penjual disamping untuk menjaga kepercayaan.
5). Transaksi pertama ( antara penjual dan pembeli pertama ) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah ( antara pemebli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah ),karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan.[8]
Jenis – jenis Murabahah
1). Murabahah konsumtif Multiguna ( MKM ).
2). Murabahah konsumtif Rumah ( MKR ).
3). Murabahah konsumtif Kendaraan ( MKK ).
Menurut istilah fiqh , Murabahah adalah bentuk jual beli barang dengan tambahan harga atas harga pembelian yang pertama secara jujur. Penjual harus memberitahukan harga pokok yang dibeli dengan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahan.[9]
Murabahah ( al – bai bi tsaman ajil ) lebih dikenal sebagai murabaha saja. Murabahah , yang berasal dari kata ribhun ( keuntungan ) adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual , sementara nasabah bertindaka sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan ( margin ).
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan ( margin ) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.[10]
[1] . Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep , Produk dalam Implemtasi Operasional Bank Syariah, edisi II ( Jakarta : Institut Bankir Indonesia ,2003) h.23
[2] .Mahmud Yunus , Kamus Arab , Indonesia (Jakarta : PT. Hidakarya Agung ,1950)h.135
[3] . Heri Sudarsono,bank dan lembaga keuangan syariah, cetakan I ( Yogyakarta : Ektasa FE UII,2003 ) h.102
[4] . Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep , Produk dalam Implemtasi Operasional Bank Syariah, edisi II ( Jakarta : Institut Bankir Indonesia ,2003) h.76
[5] .Muhammad , Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, hal. 10.
[6]. Adiwarman Karim ,Bank islam analisis fiqh dan keuangan ,Hal. 43
[7] . Ibid,.h.105
[8] Ah.Azharuddin Latif , Fiqh Muamalat , UIN Jakarta Press, cetakan 1 ,Desember 2005
[9] Moh.Rifa’I ,konsep perbankan syariah ( Semarang : CV. Wicaksana . 2002).h.61
[10] Adiwarman Karim,Bank Islam Analisis fiqh dan keuangan( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,2005)edisi ketiga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar